Tuesday, November 14, 2006

Cerita yang tersisa... (panenannya)

 


Tentang jeruk keprok


Memang pas banget dengan Lebaran, jeruk keprok-ku yang aku tanam di halaman dua tahun lalu kali ini berbuah lebat dan siap untuk dipanen.  Pohonnya kecil, bahkan diameter terbesarnya saja tidak sampai se pergelangan tanganku.  Rantingnya juga kecil.  Jadi dengan berjubelnya jeruk, dahannya dan beberapa buahnya sampai menyentuh rumput. Di sini jeruk keprok disebutnya "Satsuma"  yang masa berbuahnya waktu Summer dan mulai ranum saat Fall. Pohonnya bertahan saat Winter, asal pas cuaca sedang dingin ber-es pohon-pohon kecil dan perdu yang kita sayangi seperti itu diselimuti dengan selimut khusus untuk tanaman supaya tidak terbakar kedinginan.


Jeruk keprok ini tadinya hanya maksimum berbuah 7-8 biji saja waktu ditanam di pot, dua tahun lalu dipindah ke halaman lalu berbuah 42 butir (daddy-nya Ardian yang mendata!) Jeruk ini besar-besar, manis, dan tidak berbiji.

Aku hitung-hitung berapa jumlah orang Indonesia di sini dan aku rasa jeruknya cukup untuk dibagi-bagikan kepada mereka.  Aku bilang pas sekali dengan Lebaran dan karena kita kumpulnya pas Lebaran, maka itulah saatnya untuk panen jeruk.  Soalnya nggak lucu juga kalau harus driving keliling kota ke rumah teman-teman untuk nge-drop satu butir jeruk saja.  Teman-teman memetik jeruk sendiri, dan seru juga, karena kelihatannya orang "nggak tega" untuk memetik jeruk dari pohon sekecil itu... tapi buahnya betul-betul menantang!  Maka satu persatu buah berpindah kepemilikannya.


Halaman depan rumah kami - seperti juga halaman rumah semua orang di perkampungan kami, tidak berpagar.  Jadi kalau orang yang lewat di jalan, atau tukang sampah yang sedang tugas ambil tong sampah, tukang pos, dan lain-lain - akan dengan mudah bisa memetik jeruk-jeruk itu.  Tapi aku perhatikan, dari sejak suamiku TB (Tuan Besar) iseng mendata populasi pohon kecil itu  - sampai hari ini tidak ada orang yang memetik tanpa sepengetahuan kami.


Rasanya senang, atau mungkin tepatnya bahagia... punya pohon kecil tapi bisa berbagi manisnya dengan banyak orang.  Dari tetangga sebelah rumah, gurunya Ardian di sekolah, sahabat dan teman-teman berorganisasi, clients, komunitas Indonesia di sini, dan tentunya keluarga kami sendiri.  Rasanya bangga melihat hasil panenan pohon jeruk keprok kecil kami.  Padahal tiap minggu kami bisa ke supermarket dan beli sekarung jeruk dengan harga murah.  Tapi rasa jeruk dari pohon sendiri, lebih dari sekedar uang.  Damai dan bahagia.


Dan bahagia itu, kalau tiap hari Tuan Besar mau berangkat ke kantor, mampir ke pohon dulu dan petik satu untuk lunch-nya.  Dan bahagia itu, tiap hari sepulangnya dari sekolah Ardian, aku gelar comforter di halaman dekat pohon kecil itu.  Lalu aku tolong buah hatiku untuk memetik satu-dua butir jeruk dan mengupasnya. Lalu ia akan membagi potongan jeruk yang sudah dikupas, "One for you, one for me" dan aku tangkap jari-jari kecilnya dengan mulutku waktu ia mencoba untuk menyuapiku dan dia tertawa-tawa geli.  Dan beberapa saat setelahnya kami akan rebahan di selimut memandang langit biru menghitung pesawat yang lewat sambil berbagi cerita. 


Dan bahagia di balik sebuah jeruk itu adalah karena bisa mensyukuri nikmatnya hadiah Lebaran ini.  Begitu sederhananya...


 

Panenan Ardian - Jeruk Keprok


Jeruk keprok ini tadinya berbuah 7-8 biji waktu ditanam di pot, dua tahun lalu dipindah ke halaman lalu berbuah 42 butir (Daddy-nya Ardian yang mendata!). Jeruk ini besar-besar, manis, dan nggak berbiji.